%0 Journal Article %T RICKETTSIAL DISEASES: RISK FOR INDONESIA %A Allen L. Richards %A Eko Rahardjo %A Djoko W. Soeatmadji %J Bulletin of Health Research %D 2012 %I Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan %X Penyakit Rickettsia bersifat endemik hampir di seluruh bagian dunia, dan begitu juga di Indonesia. Termasuk dalam penyakit-penyakit rickettsia adalah tifus epidemik, tifus murine, "scrub typhus," dan "spotted fever." Tifus epidemik, yang ditularkan kepada manusia melalui tuma pada tubuh manusia, dan dapat menyebabkan sakit berat dan kematian. Tifus murine (tifus endemik), bersumber pada pinjal hewan, merupakan penyakit yang mirip tifus epidemik, tetapi dengan gejala-gejala yang lebih ringan dan jarang menyebabkan kematian. "Scrub typhus", merupakan penyakit yang dapat ringan sampai berat dan dapat membahayakan hidup, ditularkan kepada manusia melalui gigitan tungau yang belum dewasa yang dikenal sebagai "chigger". "Spotted fever: (demam yang disertai dengan bintik-bentik pada kulit), disebabkan karena terinfeksi oleh salah satu dari berbagai spesies rickettsia dari kelompok "spotted fever", dan ditularkan kepada manusia oleh pejamu (hospes) vertebrata melalui gigitan caplak (tick) yang terinfeksi. Penyakit yang disebabkan oleh organisma yang menyerupai rickettsia (rickettsia-like organism) adalah: "Q fever", yaitu penyakit yang akut atau kronis yang diduga ditularkan secara alamiah akibat terhirup oleh partikel udara yang terinfeksi Coxiella burnetti sejenis bakteri yang sangat resisten terhadap upaya menonaktifkannya secara kimiawi dan fisik. Bartonellosis atau penyakit Carrion, ditemukan pada daerah dengan ketinggian sedang di Andes, Amerika Selatan. Penyakit ini ditularkan oleh lalat pasir (sand flies). "Trench fever", mirip dengan tifus epidemik, ditularkan kepada manusia oleh tuma; penyakit ini sembuh sendiri. Penyakit garutan kucing (Cat-scratch disease), disebabkan oleh infeksi Bartonella henselae di tempat gigitan atau garutan kucing rumah yang merupakan hospes. Demam sennetsu, merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri dan hanya ditemukan di Jepang dan Malaysia. Pengobatan dengan tetrasiklin atau kloramfenikol untuk penyakit Rickettsia dan penyakit yang menyerupai Rickettsia, serta monositik dan granulositik ehrlichiosis pada manusia, menunjukkan hasil yang baik. Ehrlichiosis pada manusia merupakan penyakit baru yang tidak diketahui penyebarannya di seluruh dunia, sangat mungkin ditularkan oleh "tick". Walaupun umumnya dapat sembuh sendiri, angka kematian ehrlichiosis dilaporkan mencapai 2-10%. Sebagian besar penyakit rickettsia dan penyakit yang menyerupai rickettsia tersebut di atas belum dikaji secara intensif di Asia Tenggara. Walaupun masih terbatas, di Indonesia sudah dilakukan penelitian-penelitian tentang "scrub typhus" dan "murine %K Rickettsial Diseases %U http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/view/236