%0 Journal Article %T PENETAPAN RESIDU DAN PERKIRAAN PENETAPAN BATAS MAKSIMUM RESIDU (BMR) ORGANOKLORIN PADA SIMPLISIA %A Ani Isnawati %A Sukmayati Alegantina %J Media of Health Research and Development %D 2012 %I Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan %X Penggunaaan bahan obat tradisional (simplisia) untuk skala industri dan peningkatan produksi tanaman obat dalam skala besar menjadi tidak ekonomis tanpa pestisida. Disatu sisi penggunaan pestisida dapat menguntungkan yaitu menyebabkan toksis pada hama namun disisi lain toksisitas dapat terjadi juga pada manusia, sehingga residu pestisida dalam tanaman obat yang dikonsumsi dalam jangka panjang akan merugikan kesehatan. Batas maksimum Residu (BMR) pestisida dalam simplisia baik di Indonesia maupun di negara lain belum ditetapkan. Sehingga untuk itu untuk mengetahui adanya residu pestisida jenis organoklorin yang telah dilarang penggunaannya melalui Permentan No.434.1/kpts/TP.270/7/2001 dan untuk mengetahui batas keamanannya, maka perlu dilakukan penetapan residu organoklorin dalam simplisia dan menetapkan batas keamanan berdasarkan perhitungan secara teoritis. Pengujian residu dilakukan terhadap golongan pestisida organoklorin pada 4 jenis simplisia (daun wungu (Graptophyllum pictum (L) Grifl), daun sambiloto Andrographis paniculata Ness), herba pegagan (Centella asiatica (L) Urban), daun tempuyung (Sonchus arvensis (L) yang berasal dari 3 lokasi penanaman, yaitu : perkebunan Tanaman Obat Manako (Jawa Barat), Balai Penelitian Tanaman Obat Tawangmangu (BPTO) di Jawa Tengah dan Perkebunan Tanaman Obat Purwodadi (Jawa Timur). Pemeriksaan residu pestisida organoklorin menggunakan kromatografi gas dan perhitungan batas keamanan dihitung dengan adanya nilai ADI (Acceptable daily intake) yang telah ditetapkan bersama antara JAO dan WHO serta perkiraan banyaknya konsumsi simplisia. Hasil Pengujian residu pestisida organoklorin diperoleh bahwa simplisia daun Wungu (Tawangmangu) mengandung residu lindan dengan kadar 0,24 mg/kg, pegagan (Purwodadi), mengandung lindan 0,36 mg/kg dan aldrin 0,31 mg/kg serta pegagan (Manako) mengandung heptaklor 0,15 mg/kg dan op-DDE 0,11 mg/kg. Adapun penghitungan BMR heptaklor dan lindan secara teoritis dengan asumsi rata-rata konsumsi jamu bungkus (Sachet) dengan pemakaian 2 kali sehari dan dikonsumsi selama 2 bulan dalam 1 tahun, maka diperoleh BMR heptaklor 0,05 mg/kg dan lindan 0,5 mg/kg. Untuk jenis pestisida lain yang positif tidak dapat dihitung karena tidak ada nilai ADJ. %U http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/1163